Sejarah Merapi


Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi mulai tampil sebagai gunung api sejak tahun 1006, ketika itu tercatat letusannya yang pertama. Sampai letusan Februari 2001, sudah tercatat meletus sebanyak 82 kali. Secara rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2-5 tahun, sedangkan siklus menengah setiap 5-7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunung api. Memasuki abad ke-16 catatan kegiatan Merapi mulai kontinu dan terlihat bahwa siklus terpanjang pernah dicapai selama 71 tahun ketika jeda antara tahun 1587 dan kegiatan 1658.

Letusan Gunung Merapi selalu dilalui dengan proses yang panjang yang dimulai dengan pembentukan
kubah, guguran lava pijar, awan panas yang secara definisi sesungguhnya awal dari erupsi tipe efusif. Sejak awal sejarah letusan Gunung Merapi sudah tercatat bahwa tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava kemudian gugur dan menghasilkan awan panas guguran yang dikenal dengan Tipe Merapi (Merapi Type). Kejadiannya adalah kubah lava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar.
Dalam volume besar akan berubah menjadi awan panas guguran (rock avalance). Sebutan awan panas guguran ini bagi penduduk sekitar Merapi dikenal dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi di atas 700 derajat Celsius dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah.
Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awan panas guguran akibat hancurnya kubah. Secara bertahap, akan terbentuk kubah lava yang baru. Pada dasarnya aktivitas Merapi terbagi dalam empat kronologi besar.
Kronologi pertama, diawali dengan satu letusan kecil sebagai ektrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubah lava hingga mencapai volume besar kemudian berhenti. Siklus ini berakhir dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah yang terkadang disertai dengan awan panas kecil yang berlangsung hingga bulanan.
Kronologi kedua, kubah lava sudah sudah terbentuk sebelumnya di puncak. Fase utama berupa letusan bertipe vulkanian dan menghancurkan kubah yang ada dan menghasilkan awan panas. Kronologi kedua ini berakhir dengan tumbuhnya kubah yang baru. Kubah yang baru tersebut menerobos tempat lain di puncak atau sekitar puncak atau tumbuh pada bekas kubah yang dilongsorkan sebelumnya.
Kronologi ketiga, mirip dengan kronologi kedua, yang membedakan adalah tidak terdapat kubah di puncak, tetapi kawah tersumbat. Akibatnya fase utama terjadi dengan letusan vulkanian disertai dengan awan panas besar. Sebagai fase akhir akan terbentuk kubah yang baru.
Kronologi keempat, diawali dengan letusan kecil dan berlanjut dengan terbentuknya sumbat lava sebagai fase utama yang diikuti dengan letusan vertikal yang besar disertai awan panas dan asap letusan yang tinggi yang merupakan fase yang terakhir.
Pada kenyataannya, terutama sejak dilakukan pemantauan yang teliti yang dimulai dalam tahun 1984, batasan setiap kronologi tersebut sering tidak jelas bahkan bisa jadi dalam satu siklus letusan berlangsung dua kronologi secara bersamaan, seperti pada letusan 1984. Seiring perkembangan teknologi, sejak 1984 ketika sinyal data dapat dikirim melalui pemancar radio (radio telemetry) sistem tersebut mulai dipergunakan dalam mengamati aktivitas gunung api di Indonesia, termasuk di Gunung Merapi. Dan, sejak saat itu gejala awal letusan lebih akurat karena semua sensor dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat kegiatan tergantung kekuatan pemancar yang dipergunakan, secara normal dapat menjangkau hingga jarak antara 25-40 km.
Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama yang dimulai tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan lazimnya diawali dengan terekamnya gempa bumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi. (iah/berbagai sumber)

Powered by Blogger